Hai, emak emak sedunia
Pernah merasakan perasaan seperti terbentur dalam gua yang gelap tanpa cahaya? Ketika hobi yang digeluti tak jua menunjukkan hasil, sementara dunia luar berasa sedang berlari meninggalkan kita yang sedang sibuk mencuci piring saja setap harinya.
Hem, memang kok, seni menikmati jadi ibu rumah tangga itu perlu dilatih. Ada kalanya keminderan diri ini menjadi sangat buas, memangsa keyakinan diri hingga ludes, sampai berasa menjadi pribadi paling tak berfungsi di muka bumi ini. Haha, sekali lagi, seni menikmati waktu luang di rumah itu memang perlu digali, mak.
Saya termasuk emak emak yang peru aktualisasi diri agar tak merasa menjadi debu di muka bumi ini. Padahal debu pun berguna lo mak, debu di atmosfer bumi membuat sinar matahari tak terlalu kelihatan silau, jadinya kita bisa menyadari saat abang sayur salah memberikan kembalian uang.
Nyatanya, ada konsekuensi atas semua pilihan hidup, termasuk saat memilih untuk meninggalkan pekerjaan dan menjadi ibu rumah tangga. Ada sih, hasrat untuk kembali bekerja, namun di saat kesempatan itu datang, pikiran ini kalut memikirkan bisakah anak bayi ini tumbuh dengan baik tanpa emaknya?
Di sisi lain, ada hasrat dalam diri yang terus meminta untuk naik tangga. Di medsos macam Ig dan FB, semua orang seperti sedang berlari naik tangga. Ada yang tiba tiba sudah bikin usaha sendiri, ada yang tiba tiba lagi foto di Singapura, sedangkan kita masih di sini saja, masih mencuci baju dede bayi.
Lalu, saya harus memilih siapa?
Saya pilih dua-duanya.
Saya berpikir bahwa sukses itu adalah definisi pribadi, begitu pula dengan kebahagiaan, jadi tak perlu merisaukan orang lain. Tata sendiri kebahagiaanmu!
Namun, lagi lagi namun.
Pilihan saya untuk memilih dua-duanya tak semudah kelihatannya. Hobi menulis saya tak menunjukkan hasil, hanya penolakan saja yang mengisi lini email. Hiks, syedih.
Jadilah saya seperti ini selama beberapa bulan, tak lagi menggebu soal menulis. Setiap waktu luang hanya dimanfaatkan untuk nonton oppa korea yang memanjakan mata. Pada kenyataanya, naik tangga itu memang berat mak.
Lalu, berikut beberapa tips yang sudah saya hapal luar kepala untuk kembali membakar api semangat menulis dalam diri.
1. Kembali bergabung dalam komunitas menulis
Komunitas adalah jawaban atas segala semangat yang mengendur. Percayalah, dengan bergabung dengan komunitas, hidup akan lebih terbakar, apapun itu. Di saat bensin berasa mulai kosong, teman-teman komunitas lah yang akan memberikan bahan bakarnya.
2. Mengisi Tangki Bahan Bakar
Saya sangat sadar, menulis hanyalah produk yang berbahan dasar dari kegiatan membaca. Jadi, hanya buang-buang waktu jika saya hanya menggas motor bobrok yang jalannya sudah mpot-mpotan ini. Membaca, jalan-jalan, dan menonton film adalah kegiatan wajib para penulis. Duh, nikmat bangat yak jadi penulis.
3. Perbayak Self Improvment
Et, tapi saya merasakan pula efek buruk kebanyakan blog walking. Terlalu banyak melihat tulisan emak emak yang keceh pake banget bisa berakibat api semangat saya meredup dan sempat stuck di tempat berbulan-bulan. Hem, mungkin poin ini memang tak usah terlalu banyak dilakukan, jiaahahaha.
4. Evaluasi diri
www.instagram.com/test_psikologi |
Yap, tahap evaluasi adalah tahap terpenting dari pencapaian cita cita. Apa sih tujuannya jadi penulis? Biar terkenal, biar kaya?
Gak salah juga sih punya tujuan begitu. Terkenal dan kaya adalah alasan humanis yang hampir dimiliki para penulis pemula. Tapi, mungkin alangkah lebih mulianya ditambahkan dengan alasan yang lebih kece: menginspirasi kebaikan pada orang lain.
Sumber gambar: pexels.com
Sumber gambar: pexels.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar