Selasa, 30 April 2019

Menulis Novel Dalam Sebulan

April 30, 2019 0 Comments


Dear Mak emak

Bukan April kemarin saya mengikuti kompetisi menulis novel dalam sebulan yang diadakan Storial.co.

Banyak hal yang terungkap dalam diri saya selama proses penulisan maraton ini, salah satunya adalah ternyata menulis novel itu mudah, hahaha. ASAL, tiap pegang hape ga buka medsos atau ngeyoutube atau nonton Drakor di Viu.

Berikut beberapa hal yang saya temukan dalam perjalanan mengerjakan draf tulisan tiga puluh ribu kata dalam sebulan.

Pentingnya kerangka dan alur cerita

Langkah pertama ketika mengikuti kompetisi ini ialah menulis kerangka cerita dari awal sampai ending. Jadi, dari awal saya sudah tahu apa konflik yang ingin disampaikan dan bagaimana ending yang saya inginkan.

Tapi, realita memang sering tak sebagus ekpekstasi. Dan perjalanannya pun tak bisa semulus kerangka cerita, wkwk. Ada beberapa bagian yang terpaksa harus mengalami perubahan (walaupun tak signifikan), tergantung dari mood saya menulis.

Ketika menulis bagian konflik, saya membuat banyak perubahan dalam alur kejadiannya. Yang awalnya saya buat sedemikian rumit, kemudian saya pangkas agar lebih ringkas. Saya menyadari di pertengahan jalan bahwa konflik yang saya usung berasa kaya sinetron Indonesia, too much problem.

Selama menulis buku ini, saya juga nyambil baca buku Haruki Murakami 1Q84. Saya banyak belajar dari buku ini cara membuat deskripsi dengan detail. Saya sebenarnya agak kesal sekaligus kagum. Bagaimana bisa sebuah buku yang isinya lima ratus halaman, tapi tidak memberikan solusi atas konflik yang sudah disampaikan. Pemaparan yang sangat detail tapi tetap menarik mengenai tokoh-tokohnya membuat saya sangat menikmati lima ratus halaman tanpa merasa lelah.

Buat saya, kerangka cerita juga berfungsi sebagai lampu jalanan ketika sedang mengalami kebuntuan menulis. Kerangka cerita adalah peta perjalanan. Dengan peta yang jelas, saya jadi tahu harus pergi ke mana. 

PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indoensia)

Ini dia musuh sejati penulis amatir macam saya ini. Hanya untuk memutuskan mau memilih kata 'kemana' atau 'ke mana' saja menghabiskan tiga puluh menit sendiri. Setelah itu efek sampinganya adalah pusing yang berujung dengan mogok nulis cuman gegara mikiran dipisah atau digabung.

Tapi, berkat Uda Ivan Lanin dan twitternya, saya banyak tertolong. Tinggal ketik pertanyaan di gugel, ditambahkan dengan kata ivan lanin, tratatata, problem solved.

Encok tangan

Sebelumnya, saya hanya menulis  setidaknya 10-15 artikel per bulan. Itu artinya saya hanya merangkai sekitar 8-15 ribu kata saja per bulan. Sedangkan untuk membuat cerita ini saya membutuhkan minimal tiga puluh ribu kata, yang artinya saya butuh dua-tiga kali lipat usaha yang dibutuhkan dari sebelumnya.

Buat butiran jasjus macam saya ini, jelas ini adalah tantangan baru yang terlihat melelahkan. Untuk pertama kalinya dalam hidup, saya merasakan encok tangan. Dari kepalan sampai jemari tangan berasa kebas. Sekadar untuk mengupil saja rasanya berat sekali. Saya bangga sekali sudah pernah merasakan pegal begini untuk pertama kalinya.

Tamak

Ini dia penyakit hati yang membaut semangat menulis saya sempat merosot tajam. Motivasi menulis novel ini hanya bertujuan untuk menyelesaikannya sampai akhir. Agar saya setidaknya punya riwayat pernah menyelesaikan sebuah novel.

Tapi, dalam perjalanannya cerita saya ini dibaca sampai seribu kali. Hati saya membumbung tinggi, dan saya ingin lebih.

Saya mulai membaca karya lain dan mulai membanding-bandingkan. Benar-benar tipikal amatiran ya begini ini, gak fokus. Wkwk. Tapi untung saja saya segera bisa kembali ke laptop dan kembali menulis.

Saya terus mengatakan dalam hati bahwa seribu views itu bukanlah apa apa. Karena lima ratus kalinya adalah views dari diri sendiri yang sedang melakukan self-editing.

Bahan renungan diri

Selama menulis maraton, saya jadi tersadar akan sesuatu hal yang penting yaitu betapa susahnya menyampaikan gagasan dengan bahasa yang apik. Saya sering banget mengeluh tentang karya amatir di app Wattpadd. Jelek lah, narasinya gak oke lah, konfliknya kurang menggigitlah.

Setelah saya bukan lagi konsumen, melainkan ikut-ikutan jadi produsen, saya jadi bisa menghargai semua jenis tulisan, apapun genrenya, bagaimana pun bentuknya. Setidaknya saya sudah tahu, bahwa ada begitu banyak riset, lelah, encok tangan yang mereka sudah lalui demi rangkaian kata-kata yang tersedia gratis.

Perayaan di depan garis finish

Ini dia yang menarik. Saya sudah menyelesaikan cerita ini dari sejak tanggal dua puluh lima. Tetapi publish cerita ending baru di tanggal dia puluh sembilan. Alasannya tak lain dan tak bukan ialah saya sedang melakukan perayaan di depan garis finish.

Tepat ketika saya tinggal menyelesaikan satu bab terakhir, saya mengalami kebuntuan lagi. Karena merasa hanya tinggal satu bab lagi saja, saya langsung mengisi kebuntuan dengan nonton anime dan drakor. Dalihnya sih untuk mencari inspirasi.

Untungnya, menjelang tanggal dua puluh delapan saya kembali sadar untuk keep on the track. Kan gak lucu kau saya gagal menyelesaikan hanya karena tidak melakukan langkah terakhir menuju garis finish.

Saya menemukan artikel yang juga membahas penyakit writer's block menjelang ending. Katanya kita memang kerap dilanda penyakit ini menjelang ending, karena merasa sudah menyelesaikan cerita, padahal belum.


***


Saya sangat senang sudah merasakan pengalaman menulis maraton selama sebulan ini. Pengalaman sebagai book review Storial juga banyak membantu saya belajar bagaimana menyusun kata-kata dengan tepat.

Bagaimanapun, karya saya yang ini pastilah berasa kayak limbah. Banyak kata-kata yang tak tepat untuk mendeskripsikan cerita dan konflik yang diusung tidak menggigit (seperti yang selalu saya keluhkan untuk karya orang lain). 

Tapi, saya akan terus berharap bahwa ketika nanti, tiga tahun lagi saya membaca karya perdana ini, saya tertawa dan mungkin merasa jijik. Pertanda saya sudah tak lagi berada di tangga yang sama.

Semangat Mak emak. Keep moving forward!

Cari Blog Ini

Aliran Rasa Bunda Cekatan 2020

Dear, Kali ini saya membuat aliran saya dengan telat. Sayang sekali.  Tapi saya tetap ingin membuatnya sebagai selebrasi perjuangan...

Follow Us @soratemplates