Rabu, 25 Juli 2018

Self Reminder: Naik Tangga Itu Berat Namun Asyik Mak

Juli 25, 2018 0 Comments

Hai, emak emak sedunia

Pernah merasakan perasaan seperti terbentur dalam gua yang gelap tanpa cahaya? Ketika hobi yang digeluti tak jua menunjukkan hasil, sementara dunia luar berasa sedang berlari meninggalkan kita yang sedang sibuk mencuci piring saja setap harinya.

Hem, memang kok, seni menikmati jadi ibu rumah tangga itu perlu dilatih. Ada kalanya keminderan diri ini menjadi sangat buas, memangsa keyakinan diri hingga ludes, sampai berasa menjadi pribadi paling tak berfungsi di muka bumi ini. Haha, sekali lagi, seni menikmati waktu luang di rumah itu memang perlu digali, mak.

Saya termasuk emak emak yang peru aktualisasi diri agar tak merasa menjadi debu di muka bumi ini. Padahal debu pun berguna lo mak, debu di atmosfer bumi membuat sinar matahari tak terlalu kelihatan silau, jadinya kita bisa menyadari saat abang sayur salah memberikan kembalian uang.

Nyatanya, ada konsekuensi atas semua pilihan hidup, termasuk saat memilih untuk meninggalkan pekerjaan dan menjadi ibu rumah tangga. Ada sih, hasrat untuk kembali bekerja, namun di saat kesempatan itu datang, pikiran ini kalut memikirkan bisakah anak bayi ini tumbuh dengan baik tanpa emaknya?

Di sisi lain, ada hasrat dalam diri yang terus meminta untuk naik tangga. Di medsos macam Ig dan FB, semua orang seperti sedang berlari naik tangga. Ada yang tiba tiba sudah bikin usaha sendiri, ada yang tiba tiba lagi foto di Singapura, sedangkan kita masih di sini saja, masih mencuci baju dede bayi.

Lalu, saya harus memilih siapa?

Saya pilih dua-duanya.

Saya berpikir bahwa sukses itu adalah definisi pribadi, begitu pula dengan kebahagiaan, jadi tak perlu merisaukan orang lain. Tata sendiri kebahagiaanmu!

Namun, lagi lagi namun.

Pilihan saya untuk memilih dua-duanya tak semudah kelihatannya. Hobi menulis saya tak menunjukkan hasil, hanya penolakan saja yang mengisi lini email. Hiks, syedih.

Jadilah saya seperti ini selama beberapa bulan, tak lagi menggebu soal menulis. Setiap waktu luang hanya dimanfaatkan untuk nonton oppa korea yang memanjakan mata. Pada kenyataanya, naik tangga itu memang berat mak.

Lalu, berikut beberapa tips yang sudah saya hapal luar kepala untuk kembali membakar api semangat menulis dalam diri.


1. Kembali bergabung dalam komunitas menulis




Komunitas adalah jawaban atas segala semangat yang mengendur. Percayalah, dengan bergabung dengan komunitas, hidup akan lebih terbakar, apapun itu. Di saat bensin berasa mulai kosong, teman-teman komunitas lah yang akan memberikan bahan bakarnya.


2. Mengisi Tangki Bahan Bakar




Saya sangat sadar, menulis hanyalah produk yang berbahan dasar dari kegiatan membaca. Jadi, hanya buang-buang waktu jika saya hanya menggas motor bobrok yang jalannya sudah mpot-mpotan ini. Membaca, jalan-jalan, dan menonton film adalah kegiatan wajib para penulis. Duh, nikmat bangat yak jadi penulis.


3. Perbayak Self Improvment



Selain komunitas, blog walking juga bagus untuk memperkaya tehnik menulis. Dulu, waktu saya memenangkan lomba cerpen rasanya kepala jadi besar dan rasanya tak perlu lagi lah melihat karya orang lain sebagai pembanding diri. Makin digeluti, saya semakin sadar bahwa diri ini hanyalah remah-remah rengginang di toples Khong Guan, hiks.

Et, tapi saya merasakan pula efek buruk kebanyakan blog walking. Terlalu banyak melihat tulisan emak emak yang keceh pake banget bisa berakibat api semangat saya meredup dan sempat stuck di tempat berbulan-bulan. Hem, mungkin poin ini memang tak usah terlalu banyak dilakukan, jiaahahaha.


4. Evaluasi diri




www.instagram.com/test_psikologi

Yap, tahap evaluasi adalah tahap terpenting dari pencapaian cita cita. Apa sih tujuannya jadi penulis? Biar terkenal, biar kaya?

Gak salah juga sih punya tujuan begitu. Terkenal dan kaya adalah alasan humanis yang hampir dimiliki para penulis pemula. Tapi, mungkin alangkah lebih mulianya ditambahkan dengan alasan yang lebih kece: menginspirasi kebaikan pada orang lain.


Sumber gambar: pexels.com






Kamis, 05 Juli 2018

Kunci Pola Pengasuhan yang Baik: Menerima Masa lalu, Menyusun Masa Depan

Juli 05, 2018 0 Comments
pexels.com
Bunda pernah mendengar mengenai inner child? Kalau didefinisikan secara mudah, inner child adalah perilaku kita yang dipengaruhi kenangan masa kecil. Biasanya inner child berpengaruh sangat erat dengan pola pengasuhan yang akan kita terapkan pada anak nantinya.

Yap, itu artinya pola pengasuhan sifatnya adalah warisan, yang benar akan mewarisi kebenaran dan yang salah pun juga begitu. Serem ya?

Saya tidak begitu percaya sampai saatnya giliran saya punya anak. Semenjak hamil saya sudah banyak membaca artikel tetang teori semacam ini, bahwasannya kita perlu memafkan masa lalu untuk bisa membenahi pola pengasuhan yang salah.

Namun, seperti biasanya lah, teori memang selalu mudah, pelaksanaanya itu yang perlu berdarah-darah.

Zaman dulu orang tua memang rata-rata memperlakukan pola pengasuhan yang keras pada anak-anaknya, termasuk saya yang juga masih dapat pola pengasuhan seperti itu. 

Susunan hidokarbon di pelajaran kimia yang saya pelajari umur 16 tahun saja sudah benar-benar hilang dari dalam otak, tapi peristiwa masa kecil yang saya pernah benci masih melekat erat seperti permen karet di dalam hati dan kepala saya.

Tadi pagi, saya dan anak ingin berjalan pagi bersama. Anak saya yang sudah mulai punya keinginan sendiri merajuk karena enggan memakai kerudungnya. Saya yang memang masih mentah banget mentalnya sebagai orang tua ikutan emosi. Saya memaksanya memakai kerudung dan jelas ia makin marah. Saya tinggal, ia malahan menangis.

Untung suami datang dan berhasil membujuknya. Setelah itu saya berpikir dalam-dalam, kok bisa saya kalah bertarung melawan emosi anak kecil. Saya sempat disindir sama suami sambil tertawa, "Pagi-pagi ribut rupanya ada dua cewek berantem. Yang satunya memang masih anak-anak, yang satunya itu loh kekanak-kanakan." Saya segera memberinya kamehameha.

Ada beberapa hal yang menurut saya penting untuk diingat agar bisa merangkul inner child dan menerima masa lalu.

1. Pola pengasuhan itu diwariskan.
pexels.com

Saya banyak membaca note di grup FB Yayasan Kita dan Buah Hati yang membahas tentang inner child. Salah satu yang sering mereka tekankan adalah bahwasanya pola pengasuhan itu hanyalah meneruskan kebiasaan terdahulu.

Jadi, kalau dulu ia dibesarkan dengan amarah maka jangan heran jika ia nanti akan sering memarahi cucu kita nanti. Hiks, jadi syedih.

2. Kelola emosi saat berhadapan dengan anak. 

pexels.com
YKBH banyak memberikan edukasi seputar parenting dengan bahasa yang sederhana dalam grup FB-nya. Ada satu kalimat yang saya sangat suka, "Orang tua yang marah itu biasa. Semua anak memang susah untuk diatur. Kalau mudah tidak akan ada ibu yang cerewet. Jadi, yang penting ialah pengelolaan emosi orang tuanya."

Ada beberapa tips yang pernah saya baca seputar penanganan emosi kala sedang berada di puncak. Ada yang menyarankan untuk segera menjauh sebentar dari sumber amarah, duduk dan ambil napas. Selalu ingatkan diri untuk merendahkan suara di kala marah sebab sekalinya berteriak, maka teriakan itu akan terus meluap seperti banjir tahunan di Jakarta.

Rasulullah sendiri memberikan contoh untuk segera berwudhu saat amarah berada di ubun-ubun. Kalau saya sih memilih untuk tidur, hihi. Tidur buat saya menjadi obat dari segela kejenuhan dan amarah yang memuncak.

3. Minta maaf pada anak. 

pexels.com
Kadang kala kita sebagai orang tua pernah jengkel sekali dan khilaf pada anak saat menegurnya. Jangan ragu untuk meminta maaf, berikan pemahaman pada mereka bahwa siapa saja bisa berbuat salah, dan jika berbuat salah maka harus meminta maaf.

Awalnya saya pikir menjadi orang tua adalah pekerjaan berat di mana kita harus terlihat sempurna setiap detiknya. Duh, capek banget nget dong. Namun, ternyata yang penting bukanlah menekankan kesempurnaan, melainkan menekankan sisi kemanusiaan. Tak apa berbuat salah, itu manusiawi, yang penting adalah bisa meminta maaf.


4. Pilihlah satu hobi untuk digeluti. 

pexels.com
Saya rasa ini adalah poin yang lumayan penting. Saya merasa perlu sekali memiliki satu kegiatan yang peruntukannya adalah diri saya sendiri, entah itu membaca atau menulis blog. Saya merasa menjadi lebih tertata rapi setelah melakukan kegiatan me-time, walaupun hanya sebentar.

Kegiatan me time seperti membaca buku, seperti fungsi refresh pada layar laptop. Ada perasaan "ah, seger" tiap selesai merampungkan sesi membaca saya yang amat limit pada waktu dede bayi tidur siang atau tidur malam lebih cepat. Saya yakin dengan menekuni kegiatan sesuai minat masing masing akan membuat pribadi diri lebih terkontrol.


5. Pendekatan diri kepada Tuhan.

dokumentasi pribadi
Ini mah jelas yak, pribadi yang dekat dengan Tuhan akan selalu merasa sejuk dalam cuaca apapun. Visi di depan mata menjadi lebih jelas sehingga membantu kontrol diri menjadi lebih kuat.



Teruntuk semua orang tua, ternyata punya anak itu berat ya.

Kadang kalau melihat matanya yang polos itu saya merasa dibandingkan cinta saya ke anak, cintanya dia ke saya jaaauh lebih besar.

Kalau saya marah ke dia, sembuhnya bisa dalam hitungan jam.

Tapi, dia yang merasakan amarah saya tetap dengan manjanya selalu minta gendong, seolah amarah saya yang tadi sudah dimaafkan seketika itu juga. 

Punya anak itu rasanya gak enak, selalu membuat diri ini merasa buruk dan tak pantas. Maka, pantaskan kami ya Tuhan.

Semoga bermanfaat yak emak emak.

Cari Blog Ini

Aliran Rasa Bunda Cekatan 2020

Dear, Kali ini saya membuat aliran saya dengan telat. Sayang sekali.  Tapi saya tetap ingin membuatnya sebagai selebrasi perjuangan...

Follow Us @soratemplates