Budaya pasar malam dimulai di Samarinda ketika saya kelas empat SD, berarti itu sekitar 20 tahun yang lalu. (Hiks, tolong... saya sudah tua)
Pasar malam di kota Samarinda selalu berpindah dan punya jadwal tersendiri, tergantung daerahnya. Kalau di Loa Bakung, tempat saya tinggal, pasar malam diadakan setiap malam Minggu dan malam Kamis.
Buat saya pasar malam emang Jadi tempat yang asyik lah buat cuci mata. Oh iya, definisi pasar malam di sini hanyalah sekumpulan abang-abang penjaja 'makanan pinggir jalan' loh ya, bukannya pasar malam yang ada wahana permainan seperti di film Upin dan Ipin. Jadi, momen pasar malam cucok banget buat jalan plus cemil-cemil bersama keluarga.
Yang paling saya suka dari pasar malam ialah melihat euforia masyarakat yang mendadak ceria, menikmati kerumunan orang sembari membeli gado gado atau pentol bakar, dan tentu saja nyambil membakar lemak di badan dengan jalan-jalan santai bersama bocil. (wkwk, alasan terakhir sangat klise)
Contoh wisata street food ala pasar malam yang bisa ditemui di youtube adalah videonya Ria SW, ketika lagi melawat ke Taipei. Ada begitu banyak abang-bang yang bisa dipilih jajananya di sepanjang malam. Nah, kurang lebih begitulah gambaran pasar malam di Samarinda. Tentu saja di sana lebihnya di sini kurang nya, heuheu.
Berikut beberapa jajanan street food favorit saya.
Kentang Tornado
[dokumen pribadi] Abang penjual kentang tornado di pasar malam daerah Loa Bakung. Abaikan warna minyak gorengnya ya. |
Dengan harga 5 ribu, saya rasa dari segi ukuran dan rasa sudah sangat mantaaps lah.
Jajanan kentang tornado ini juga termasuk legendaris dan selalu ada di setiap pasar malam maupun tongkrongan di tepian Sungai Mahakam. Mungkin karena rasanya yang gurih-gurih, bermicin dan enak, maka jajanan ini termasuk rasa yang disukai semua manusia bumi datar maupun bulat.
Pentol Bakar
[dokumen pribadi] Abang pentol yang sedang sibuk bakar-bakar. |
Bingka Kentang
[dokumen pribadi] Abang bingka kentang yang gaul banget. |
Ini dia jajannya khas asli Banjarmasin yang bisa dicicip di Samarinda. Mungkin ini pengaruh dari banyaknya penduduk Kaltim yang juga berasal dari suku Banjar. Abang-abang penjual bingka di foto atas adalah satu-satunya penjual bingka yang antriannya puaaaanjaaang.
Agak berbeda dari penjual bingka yang biasa, beliau ini memasak bingkanya on the spot. Jadi, ini adalah kali pertama saya mencicip bingka dalam keadaan panas.
Soal rasa jangan ditanya kali yak. Dalam keadaan dingin aja bingka kentang bisa terasa begitu manssstap, apalagi kalau fresh from the oven. Kemantapan yang kuadrat.
Et, tapi bingka kentang itu sama aja kaya pentol bakar. Cita rasanya amat tergantung dari abang yang membuat.
Sekian cerita soal jajanan pasar malam dari saya. Cerita nostalgia soal pasar malam ketika SD ialah ketika saya harus membeli topi gegara rambut yang tidak sengaja terpotong terlalu pendek, sampai bisa berdiri macam anak lelaki. Heuheu, saya malu banget waktu itu.
Saya memilih topi warna merah seharga 10 ribu, yang sekarang sudah entah ada di mana.
Jadi, kalau emak-emak di rumah suka jajanan street food apa?